Bukan Angin yang pergi.. Tapi udara yang berarti..



"Penuhilah nafasku dengan kasihMu lagi.. Getarkan hatiku dengan cintaMu lagi.. Alirkan urat nadiku dengan rinduMu lagi.. Tawan diriku semata-mata karenaMu lagi.. Tiada yang lain lagi.. Yaa Hayyu Yaa Qoyyum" kata-kata lirih mengalun pelan, raganya tersandar pada kebisuan sudut dinding..

Hening adalah sahabatnya, suara hujan adalah alunan nyanyiannya.. Titik gerimis adalah hiasan matanya.. Alam adalah penghiburnya.. Angin adalah yang menyapanya.. Keramaian karakter adalah ketidaknyamanannya.. Bias senyum adalah keinginan di tiap hari-harinya..

"tak apa-apa bunda.. Hujan sangat menyegarkan, titik air yg indah berjatuhan" ucapnya..
"khawatir sakit, nak" ibundanya cemas..
 "mudah-mudahan tidak, kalaupun sakit berarti kesabaran di uji, sabar ketika sakit bukankah dapat menggugurkan dosa? Iya kan bun? " kata-kata mengalir tenang, sementara tubuhnya basah kuyup.

Hujan...sering ia nikmati..
Langit... Yang sering ia pandangi..
Sering ia membiarkan hujan menyapa tubuhnya..
Cahaya lampu jalanan yg temaram memperjelas titik-titik air gerimis nan indah yang berjatuhan.. Kalaupun hujan lebat,ia menyukai suaranya..
Suara hujan bagai melodi mengalun mengganti suara tangisan lara..
Sedangkan air hujan nan sejuk mengganti air lara di pelupuk mata. Menumpas lara..
Begitulah sudah tak tersirat di pikirannya utk meratapi lara.. Nyaris tidak ingin.. Lupakan..
Bias-bias senyum lebih bermakna.. Jengah untuk meratapi lara..
Jenuh pada kepenatan.. Tak ada ketenangan untuk kepenatan, tak ada energi untuk keluhan, tak ada alasan untuk terlena kelelahan..
Bukan sekedar angin yang datang menyejukkan lantas berlalu prgi..
 Ia hendak menjadikan karuniaNya laksana udara yang berarti dan dibutuhkan melengkapi kehidupan..

Tidak ada komentar untuk "Bukan Angin yang pergi.. Tapi udara yang berarti.."